TERANG TUHAN
Terang Tuhan Bersinar Bagimu

Mei
31

Manusia mempunyai kehendak bebas, sehingga ia sendiri bertanggung jawab atas dosanya. Tetapi bukan bebas dalam arti bahwa ia sendiri dapat luput dari perhambaan dosa. Secara antropologis memang manusia mempunyai kehendak bebas, jadi bebas dari paksaan. Tetapi secara religius tidak, sebab tidak mungkin ia sendiri dapat memilih mengikuti Tuhan.

Manusia bebas dalam arti religius jika ia dibebaskan oleh Kristus dan diperbaharui oleh Roh. Bagi orang Kristen pengertian ‘kebebasan’ atau ‘kemerdekaan’ berbeda dengan pandangan humanis.

Mulai dari aliran Stoa di Yunani kuno kebebasan dilihat sebagai bagian dari ataraxia kemampuan untuk tidak terpengaruh dan tidak tergerak. Dan sekaligus mampu untuk berkuasa atas nasib yang menentukan kehidupan. Bagi orang Yunani seorang merdeka berbeda dengan seorang budak. Seorang budak harus menaati tuannya, dan seorang merdeka memang bebas terhadap orang lain. Namun, seorang merdeka tetap taat kepada perintah-perintah negara dan menyadari tanggung jawabnya.

Seorang Kristen tidak akan memilih antara determinisme atau indeterminisme, yakni antara keterikatan dan kebebasan. Bagi seorang Kristen kebebasan tidak berarti boleh mengatur dirinya sendiri, tetapi bahwa ia terikat kepada Tuhan Allah, dan justru itulah kemerdekaannya.

Kebebasan Kristiani

Kalau kita membicarakan kebebasan Kristiani, harus kita membedakannya dari kebebasan secara filsafat yang menunjukkan otonomi yang mutlak. Kebebasan adalah sebuah kata Alkitabiah tentang pergaulan dengan Allah tanpa halangan, di dalam Kristus, sebagai jalan kebenaran. ‘Bebas’ berarti berada dalam lingkungan asal, bersama dengan Allah. Pada saat manusia mau memperluas lingkungannya ia mirip seekor ikan yang melompat dari dalam air dan mati di atas darat. Pembebasan adalah bahwa ikan dikembalikan ke dalam air. Kebebasan Alkitabiah itu tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan. Kita boleh bergaul dengan Allah dan menikmati segala yang diberikan-Nya. Bandingkan Galatia. 3,4,5.

Kebebasan dan Hukum

Kita telah dibebaskan dari kutuk dan kuk hukum. Tetapi hukum sendiri itulah baik, adil, dan benar. Hukum mosaica telah menjadi hukum Kristus, sedangkan interpretasi orang Farisi yang mendangkalkannya ditolak oleh Kristus sendiri dalam Khotbah di bukit..

Seorang yang mendalami hukum Kristus, mendalami hukum kemerdekaan yang sempurna (Yakobus 1). Pada waktu Perjanjian Lama orang beriman tidak merasakan hukum sebagai penyiksaan atau beban, Mazmur. 119, Mazmur 92. Jadi, jangan memisahkan Hukum dan Injil, seperti sering dilakukan oleh teolog-teolog Luteran. Kata Roma 10:4 tentang Kristus yang adalah Telos (tujuan, penggenapan) dari hukum Taurat bagi mereka yang percaya, harus diartikan bagi orang beriman hukum bukan jalan keselamatan, sekalipun pada waktu Perjanjian Lama memang sering ditafsir demikian, apalagi oleh orang Yahudi pada zaman rasuli. Tetapi orang yang percaya dengan sungguh-sungguh tidak pernah melihat hukum seperti itu, bahkan pada masa Perjanjian Lama pun tidak. Allah yang menyelamatkan.

Berbeda sekali dengan orang Luteran itu adalah pandangan Barth yang mengatakan bahwa hukum adalah sebuah bentuk Injil. Pandangan itu tak dapat disetujui sebab menghilangkan rasa bersalah.

Jemaat Kristen telah menerima hukum mosaica dari tangan Kristus dan sebagai hukum Kristus, dan bagi jemaat itu fungsi hukum dapat dibagi tiga:

  1. Usus legis primus: usus politicus atau civilis: bermanfaat bagi kehidupan politik.
  2. Usus legis secundus: usus pedagogicus atau elenchticus, untuk menunjukkan dosa.
  3. Usus legis tertius: usus didacticus atau normativus, untuk menjadi pedoman bagi pengucapan syukur.

Usus primus, mengekang kejahatan, tetapi tidak mengalahkannya.

Melalui hukum itu Allah mengatur kehidupan di bumi. “sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintahpemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya” (Rm. 13:1-2). Hukum Allah adalah pakaian satu-satunya yang cocok untuk dunia. Usus primus itu juga adalah alat dalam tangan Kristus, sebab Dialah yang mempunyai kuasa baik di surga maupun di bumi.

Usus secundus, sering dikaitkan dengan Galatia 3: 24, Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. dari situ juga kata pedagogicus.

Cuma, tidak terlalu tepat sebab menurut nas tersebut hukum adalah pedagogis/bersifat mendidik, sampai Kristus, jadi sekarang tidak lagi. Dalam sejarah keselamatan fungsi tersebut telah berlalu.

Namun, hukum tetap berlaku sebagai cermin untuk mengenal dosa, sebab dalam diri kita adalah perjuangan antara roh dan daging (Roma 7:13 dan seterusnya). Tetapi Injil mendahului Hukum, bandingkan dengan pendahuluan hukum Taurat. Mengenai kata pedagogis, dulu seorang pedagogis tidak selalu disenangi ia bukan saja pendidik, tetapi juga penjaga.

Usus tertius, berlaku dalam dan untuk pengudusan hidup.

Kata kerja “Menguduskan” memiliki makna menyatakan atau mengakui menjadi dapat di sucikan, di kuduskan (Lukas 11:2, 1 Petrus 3:15), memisahkan dari hal-hal yang najis dan mendedikasikan kepada Allah, di khususkan untuk tujuan suci (Matius 23:17, Yohanes 10:36) dan dibersihkan dari hal-hal kotor (Efesus 5:26, 1 Tesalonika 5:23, Ibrani 9:13) Dalam tangan Kristus, hukum berlaku sebagai pedoman.

Seorang perfeksionis beranggapan bahwa kesempurnaan sudah bisa dicapai dalam kehidupan ini, dan ia melupakan perjuangan seperti dalam Roma 7 :14. Mereka menafsir Roma 7 secara lain yaitu bahwa Paulus berbicara tentang hidupnya sebelum bertobat. Semboyan Reformasi ‘simul iustus dan peccator’ dilupakan. Kehendak manusia memang tidak bebas lagi, dan harus dibebaskan, namun belum sampai sempurna.

1 Yoh 3:9 harus dikaitkan dengan 1 Yoh. 1:10, dan 1 Yoh. 2:1. Seandainya sudah sempurna, mengapa doa ‘Bapak kami’ mengatakan jangan membawa kami ke dalam pencobaan? Perlu disadari Fil. 3 :12.

Seorang perfeksionis menyangka bahwa seorang beriman bukan saja bebas dari utang dosa tetapi juga dari kuasa dosa.  John Wesley berpikir bahwa sesudah pembenaran oleh iman, dosa manusia dapat dimenangkan secara riil, melalui tindakan Allah yang khusus, yaitu ‘second blessing’, Wesley ditentang oleh Ludwig von Zinzendorf, pelopor Pietisme dari Jerman.

Zinzendorf benar, sebab ‘tamim’ (Ibr) dan ‘teleios’ (Yun) tidak menunjukkan kesempurnaan etis tetapi hidup yang ditujukan kepada Allah dengan baik. 1 Joh 3:9 tidak menunjukkan kesempurnaan etis tetapi harus dilihat dalam pertentangan dengan orang gnostik yang mengatakan bahwa mereka yang mengenal Allah tidak melakukan dosa lagi. Dosa itu tidak kena diri mereka, hanya tubuh saja. Karena itu Yohanes mau menyatakan bahwa tidak mungkin mereka benar-benar mengenal Allah, sebab kalau begitu benih Allah ada di dalamnya, dan juga Kristus presens (hadir) (4:4). ‘Tidak bisa berdosa’ bukan kenyataan, tetapi norma yang jelas dan masuk akal tidak bisa seorang Kristen melakukan yang demikian.

Jul
13

Menolong orang bukanlah suatu pilihan tetapi merupakan suatu tanggung jawab bagi setiap orang percaya. Memang melakukan konseling bukanlah hal yang mudah tetapi bukti semakin menunjukkan orang-orang dari berbagai latar belakang dapat mempelajari keterampilan konseling yang efektif.

I. Pengertian Konseling

Menurut Cavanagh, konseling merupakan,“ a relationship between a trainied helper and a person seeking help in which both the skills of  the helper and the atmosphere that  he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing  ways.”

Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari pertolongan, dimana keterampilan penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing ways)

  Tujuan utama dari konseling Kristen adalah menolong konseli mengalami pemulihan, pembelajaran, dan pertumbuhan rohani secara personal.  Cara yang digunakan untuk menolong konseli mengatasi permasalahannya haruslah cara yang konsisten dengan pengajaran yang  Alkitabiah.

Keunikan dari konseling Kristen :

  1. Unique Assumptions

Pada saat konseling, kita pasti akan membawa sudut pandang atau nilai-nilai kita. Sebagai orang Kristen, kita harus yakin akan atribut-atribut Allah, nature manusia, otoritas Alkitab, realita dosa, pengampunan Allah dan pengharapan akan hari depan.

  1. Unique Goals

Tujuan dari konseling Kristen adalah menstimulasi pertumbuhan rohani konseli; mendorong untuk mengaku dosa dan mengalami pengampunan Tuhan; memberi contoh standard orang Kristen yang meliputi sikap, nilai dan gaya hidup orang Kristen; menghadirkan berita Injil, mendorong konseli untuk memberikan hidup mereka kepada Kristus; menstimulasi pengembangan nilai dan menghidupkan kehidupan berdasarkan ajaran Alkitab.

  1. Unique Methods

Untuk memenuhi tujuan konseling maka seorang konselor harus secara konsisten menggunakan teknik-teknik dasar seperti : mendengar (listening), menunjukkan minat (showing interesting), mencoba untuk memahami dan memberikan pengarahan bila perlu.

Konseling Kristen memiliki perbedaan dalam hal tidak akan menggunakan teknik yang tidak konsisten dengan pengajaran Alkitab. Teknik yang berbeda yang digunakan dalam sesion konseling antara lain: berdoa, membaca Alkitab, mengkonfrontasikan dengan lembut terhadap kebenaran keKristenan,  mendorong untuk terlibat di gereja setempat.

  1. Unique Counselor Characteristics

Seorang konselor memiliki karakteristik umum yaitu seorang manusia sejati  yang menawarkan hubungan manusia yang murni terhadap konseli (a real human person who offers a genuine human relationship to counselees). Selain karakteristik umum tersebut seorang konselor Kristen harus memiliki karakteristik antara lain : memahami permasalahan, mengetahui pengajaran Alkitab tentang permasalahan yang berkaitan dengan konseli, mengenal ketrampilan konseling. Karakteristik yang  paling baik dari seorang konselor Kristen adalah karakteristik seperti Yesus Kristus yang jujur, berbelas kasihan yang dalam, sensitifitas yang tinggi dan kematangan rohani. 

Pada intinya konselor Kristen mencoba untuk membawa orang kepada hubungan interpersonal dengan Yesus Kristus dan menolong menemukan pengampunan dan kelegaan sebagai akibat dari dosa dan rasa bersalah (guilty feeling).

II. Konselor

Beberapa karakteristik konselor yang efektif: 

  1. Genuiness/Murni, adalah orang  yang merasa nyaman dengan dirinya sendiri (“at home”) sehingga dapat menjadi dirinya sendiri dalam setiap interaksi. Ini berarti mereka tidak perlu berubah ketika bersama dengan orang lain yang berbeda. Dua aspek penting dari Genuiness dalam konseling adalah :
    1. Congruence, yaitu kualitas yang konsisten dari konselor untuk menjadi dirinya sendiri. (Mazmur 139:23-24; Roma 12:3)
    2. Transparency,  the genuiness is  seen for what it is.
  • Non-Possessive Warmth, sikap perhatian yang aktif dan positif dari konselor, yang diperlihatkan kepada konseli baik secara verbal maupun non verbal, tetapi untuk mendorong kemandirian bukan kebergantungan terhadap konselor.

Karakteristik Non-Possessive Warmth ini dapat terlihat melalui :

  • Respect, konselor yang memperhatikan konseli dengan mendalam, tetapi bukan perasaan yang sentimentil. Respek menunjukkan rasa berbelas kasih. Menunjukkan respek yang kuat biasanya bukan dengan kata-kata tetapi dengan bahasa non verbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah. Konselor yang respek adalah konselor yang menangani konseli dengan serius, melihat konseli sebagai ciptaan yang unik dan berharga, serta menunjukkan keinginan untuk menolong konseli semakin bertumbuh.
  • Being Non-Judgemental, tidak cepat menghakimi konseli. Membenci dosanya bukan membenci pendosa (Gal 6:1-2).
  • Empathy/Empati,  kemampuan untuk memahami kejadian atau pengalaman konseli seakan-akan itu juga menjadi bagian dalam kehidupan kita. Dua kualitas dari empati :
  • Listening, not just hearing.  Listening yang efektif meliputi 2 elemen, yaitu elemen mental melalui pengamatan, pencatatan dan ingatan; elemensosial melalui pemberian respon yang tepat dengan apa yang didengarkan. Dalam listening kembangkanlah kemampuan active listening
  • Identification, kemampuan untuk menilai kompleksitas dari emosi orang lain, mood yang dialami oleh konseli. Untuk itu konselor perlu memiliki kewaspadaan diri dan kedamaian dari dalam.

Konseli adalah orang yang mencari pertolongan (konseling) yang mengalami pengurangan kekuatan secara psikologis untuk menyelesaikan masalahnya, akibatnya ia mengalami ketidakpuasan dan penderitaan dalam hidupnya. Contoh orang-orang yang mengalami kesulitan dan membutuhkan pertolongan, antara lain : orang-orang yang mengalami kebingungan, frustrasi, tersakiti perasaannya, kesal, mengalami konflik interpersonal, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, stress, sexual disorder/gangguan seksual, personality disorder/gangguan kepribadian, dsb. 

III. Konseli

Dalam dunia pelayanan, ada 2 tahapan perkembangan manusia yang perlu diperhatikan menurut Erik Erikson yaitu :

  • Tahapan perkembangan Remaja (12-20), masa pubertas (aspekseksual);  Identitiy vs Identity confusion (aspeksosial). Pada masa remaja mulai dirasakannya kesadaran sebagai seseorang/person. Keharusan untuk meninggalkan masa kanak-kanak dan adanya nilai-nilai yang belum pasti membuat masa transisi ini menjadi sulit untuk dilalui. Remaja menjadi bingung dengan keberadaan dirinya, siapa, apa dirinya dan bagaimana nantinya dirinya kelak.
  • Tahapan perkembangan Dewasa Muda (20-30), Intimacy vs Isolation (aspeksosial), masa membutuhkan dan mencari cinta. Keinginan untuk bersatu dengan orang lain membuat orang dewasa muda mencari intimacy melalui persahabatan, rekan kerja, pasangan hidup. Orang dewasa muda siap untuk membuat komitmen bagi orang lain walaupun itu membutuhkan pengorbanan. Bahaya yang perlu diwaspadai dari tahapan ini adalah ketidakmampuan untuk mengambil kesempatan untuk membagikan intimacy dengan orang lain (disebutisolasi).

IV. Tahapan Konseling

Kunci dalam melakukan konseling : Terlibat, Ajar, dan Ramah

  1. Observation/Observasi
  2. Attending Skills à Aspek menghadirkan diri pada konseli
    1. fisik
    2. psikologis
  • Listening Skills à Perhatikan ekspresi verbal konseli
  • Tekan gangguan
  • Tetap berfokus pada konseli
  • Responding à Perlunya memberikan respon yang spesifik agar terjalin                                           interaksi yang baik
  • Memberikan dorongan
  • Diam
  • Empati
  • Merefleksikan arti
  • Menyimpulkan
  • Berespon dengan murni dan respek
  • Khusyuk membuat kita dapat mendengarkan dengan jelas dan memberikan respon kepada konseli
  • Interpretation/Interpretasi

Pada tahap ini, konselor sudah mulai menyadari apa permasalahan konseli. Pada tahap terakhir Observasi, konselor telah bergerak pada penyimpulan dari point utama permasalahan. Sekarang tiba saatnya untuk lebih memfokuskan dan lebih berorientasi pada tujuan.

Bahasa yang digunakan dalam tahap ini tetap yang interaktif.

  • Gunakan interpretasimu
  • Gunakan pertanyaan dan probing (mendalaminya)
  • Berespon dengan konfrontasi
  • Identifikasi tema
  • Menawarkan alternative pilihan
  • Menyusun tujuan pengelolaan masalah
  • Action/Tindakan

Fokus utama pada tahap ini mendorong konseli untuk meneruskan perubahan yang positif.

  • Nasihat
  • Dorongan
  • Tolong konseli melihat melampaui kesulitannya
  • Follow-up

Sumber :

  1. Christian Counseling. A Comprehensive Guide. Gary R. Collins, Ph.D. Word Publishing. 1988.               
  2. The Counseling Experience. A Theoretical and Practical Approach. Michael E. Cavanagh. Brooks/Cole Publishing Company.1982.
  3. The Bible dan Counselling. Roger Hurding. Hodder & Stoughton. 1992.
  4. Introduction to Theories of Personality. Calvin S. Hall &GardnerLindzey. John Willey & Sons. 1985
  5. Counseling. FES, Evangelism Training Manual.
Jan
24

1. Arti Kerajaan Allah

Kerajaan Allah atau Kerajaan Sorga sangat populer dalam pengajaran Kristus, selain kasih. Dalam keempat Injil disebutkan sebanyak 90 x dan dalam seluruh PB sebanyak 106 x. Injil Matius banyak menggunakan istilah Kerajaan Sorga, alasannya, mereka (Yahudi) merasa ‘kurang berkenan’ pemakaian istilah ‘Allah’.Sebagai penulis Injil ber ras Yahudi, mereka tidak berani semena-mena (sembarangan) menyebut nama Allah, sehingga dikenal istilah ‘YHWH’ saja. Sebagai gantinya, disebutlah Kerajaan Sorga. Kerajaan Allah sekali-kali masih dijumpai dalam teks suci, dan tidak ada perbedaan berarti di antara keduanya.

Matius 6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

Dalam PL, kata kerajaan (Ibrani: malkut) menunjuk pada kegiatan, yaitu: pekerjaan, aktivitas, dan bukan menunjuk pada tempat, atau wilayah kekuasaan. (Mazmur 145:11-13; 103:19). Dalam PB, kerajaan (Yunani: Basileia) sudah umum artinya bersifat aktivitas pemerintahan, dan bukan wilayah kekuasaan.

Yang paling jelas ‘kata kerajaan’ berarti aktivitas, seperti dalam doa Bapa Kami: …datanglah Kerajaan Mu, jadilah Kehendak-Mu dibumi seperti diSorga. (Matius 6:10), maksudnya,  agar damai sejahtera terwujud (aktivitas) di bumi. Dalam penerapannya Gereja mendapat amanah untuk mewujudkan Kerajaan Sorga dibumi. Tentu perwujudan Kerajaan Allah itu bukan bersifat kekuasaan (politik) duniawi, tetapi Kerajaan secara rohani, dalam arti nilai dan moral rohani, yang bersumber dari kehendak dan aturan Allah.

2. Aktivitas Kerajaan Allah

Secara etimologi, bahwa, Kerajaan Allah adalah tindakan Allah yang mendatangkan damai sejahtera bagi seluruh umat manusia dari dulu sampai sekarang, termasuk yang akan datang berupa anugerah Allah. Istilah itu, menunjuk bahwa, yang bertindak adalah Allah dan yang ditunjuk atas nama Allah, didelegasikan baik kepada orang percaya atau bisa jadi non percaya. Diperuntukkan bagi yang beriman (percaya). Pendelegasian itu di imani ada pada diri Yesus Kristus dan Roh Kudus. Kedua-Nya silih berganti saling melengkapi, sehingga: Kerajaan Allah adalah kristalisasi dari Karya Penyelamatan Allah atas seluruh ciptaan tanpa kecuali. Penyelamatan itu bersifat utuh dan bersifat menyeluruh, baik pribadi atau sosial.

Tetapi jika aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu”. (Lukas 11:20).

 “Yesuspun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah – rumah ibadat dan memberitahukan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu”. (Matius 4:23).

 “Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hai Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang diladangnya. Memang biji itu paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari sayuran yang lain. bahkan menjadi pohon, sehingga burung – burung di udara datang bersangkar pada cabang – cabangnya”.(Matius 13:31, 32).

Latar Belakang Dalam Kitab Perjanjian Lama (PL): Menjadi latar belakang Kerajaan Allah yang hadir dan melekat dalam diri Tuhan Yesus,

 “Sebab Tuhanlah yang empunya kerajaan. Dialah yang memerintah atas bangsa – bangsa”. Mazmur 22:29

a.Allah RajaDalam PL ada kata-kata yang mengarah pada ‘Allah Raja’ (Ibrani: Malak Yahweh), atau Kerajaan Allah ( Ibr: Malkut Syamayim = Kerajaan Sorga).
b.Sudah AdaAda disebutkan Kerajaan Allah sudah ada, tapi juga Kerajaan Allah akan datang dalam diri seorang Raja Agung – Al Masih (Yesaya 24:23).
c.Seolah bersifat politisAda pengertian kerajaan Allah seolah-olah bersifat politis seperti jaman raja Daud, tapi juga ada bersifat rohani/ Sorgawi (Bdk Dan 7).

Azas Kerajaan Allah yang bersifat Spiritual dan mendatangkan: damai sejahtera, suka cita, keselarasan, kenyamanan dll, bukan fenomena lahiriah saja, namun berwujud  tanda – tanda bahwa kerajaan, datangnya bersifat rahasia (musterion).

 “Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu.(Wahyu 3:3).

Dan bersifat lahiriah juga:

Sebab kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan suka cita oleh Roh Kudus”.(Roma 14:17).

3. Konritisasi Kerajaan Allah

Kerajaan Allah ada 5 perwujudan yaitu:

 a. Mesianis,  b. Teokrasi,  c. Soterologis,  d. Dinamis  e. Garansi Janji Kemakmuran..

a. Mesianis

Mesias (Yunani) artinya, Kristus, Penyelamat, adalah nama jabatan dalam martabat-Nya sebagai Raja, Nabi dan Imam.

Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Maha Tinggi dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya. dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.(Luk 1: 32; 33).

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir disini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya.(Mat 16: 28).

Jabatan Nabi dan Imam merupakan jabatan pendukung. Kerajaan Allah bersifat Mesianis, karena Yesus utusan Allah dan Dia adalah Allah itu sendiri, untuk melaksanakan maksud Allah sebagai Raja. Sehingga Kerajaan Allah disebut juga Kerajaan Kristus.

Anak Manusia akan menyuruh Malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya.(Mat 13:41).

Bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. (Luk 22:30).

Jawab Yesus: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini, jika KerajaanKu dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada Orang Yahudi, akan tetapi KerajaanKu bukan dari sini”. (Yoh 18:36).

Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh 14:6).

Jadi Kristokratis (pemerintahan Kristus), bermakna pada pemerintahan yang menempatkan Kristus sebagai Raja. Kerajaan Allah diawali dan diakhiri disempurnakan oleh kedatangan Kristus. Pola, Jiwa, dan hasil harus sama dengan maksud Yesus, yaitu cara tujuan dan kualitas hidup.

b. Teokrasi

Kerajaan Allah adalah milik Allah. Dia yang berkuasa mengangkat Raja. Dengan syarat mutlak di tangan Allah:

Tetapi pada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya. tepat seperti yang tuanku lihat bahwa tanpa perbuatan tangan manusia sebuah batu terungkit lepas dari gunung dan meremukkan besi, tembaga, tanah liat, perak dan emas itu, Allah Yang Maha Besar telah memberitahukan kepada tuanku raja apa yang akan terjadi di kemudian hari: mimpi itu adalah benar dan maknanya dapat dipercayai”.(Daniel 2: 44:45).

Allah punya otoritas penuh sebagai perancang dan pendorong terwujudnya Kerajaan Allah, tetapi juga hadir dalam wujud kedagingan manusia Yesus. Tindakan apapun dan oleh siapapun yang dilakukan demi terlaksananya damai sejahtera menghadirkan Kerajaan Allah itu, sebenarnya hanya otoritas kekuasaan yang tidak dapat digugat atau diberi alasan yang masuk akal.

Tidak percayakah engkau,bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. (Yoh 14: 10).

Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.Para Rasul bertindak atas kuasa dan pengutusan Tuhan. (Luk 11: 20).

Mendelegasikan tugas itu kepada umat-Nya yang percaya atau manusia atas otoritas-Nya yang kadang tidak masuk di akal.

1 Pet 2: 9. Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang Kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib. Jadi, Kerajaan Allah jelas bukan hasil kerja manusia.

c. Soteriologis

Kerajaan Allah itu bersifat Soterologis.Yaitu penyelamatan yang dikonkritkan dalam pelayanan-Nya, yaitu, menyembuhkan orang sakit, mencelikkan orang buta, mengusir  setan yang membelenggu orang, membangkitkan orang mati, meredakan angin ribut, dan membebaskan manusia dari jerat sosial – pelacuran. Jadi misi Kerajaan Allah, yang sesungguhnya adalah karya yang penuh dengan mujizat melawan dosa-dosa yang membelanggu manusia:

“Sesudah itu Ia mengambil cawan,mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata “minumlah, kamu semua dari cawan ini”. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa”. (Mat 26: 27, 28).

Pekerjaan kudus adalah ‘pelayanan’ yaitu menjadi hamba yang melayani tuannya.

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”. (Mrk 10:45).

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. (Yoh 12:24).

Pembenaran (Penebus Dosa) dalam pelayanan Rasul Paulus, saat berhadapan dengan orang Yahudi danYunani adalah bahwa Torat, Qurban, mujizat serta keselamatan menurut konsep dualisme Yunani kuno mengenai ‘Jiwa yang kekal’ dan ‘tubuh yang fana’, harus dikoreksi secara radikal. Bahwa Kerajaan Allah diwujud-nyatakan dalam bentuk fisik (kasat mata): “Datanglah Kerajaan-Mu di Bumi” dan juga berdemensi ‘eskhatologis’ – rohani menuju ke keabadian bersama Allah.

d. Kerajaan Allah bersifat Dinamis

Keempat Injil menegaskan bahwa sifat Kristus melawan ‘kebakuan ajaran’ tentang ‘sabat’, ‘puasa’, ‘doa yang bertele-tele’, terlihat sekali bahwa Yesus tegas progresif, revolusioner, namun, Dia tetap menempuh jalur kasih dan pengorbanan, yaitu dengan menekankan anti kekerasan. Tidak sampai melukai orang, yaitu bersifat korektif dan mengarahkan seseorang untuk tidak kompromi dengan dosa, keculasan, iri, dengki yang menguasai sistem apapun yang membelenggu manusia, yang harus bebas berkreasi secara dinamis. Sehingga muncullah ayat ini:

Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Apabila seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata menjaga rumahnya sendiri maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat dari padanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata yang diandalkannya”. (Luk 11:20-22).

Dinamis di sini berarti: ada gerakan pembebasan dari segala derita dan belenggu dosa, ada orientasi hidup yang terfokus pada kasih yang berkorban, sampai memperoleh bentuknya yang sempurna pada kedatangan Tuhan yang kedua kali.

Paradigma dan issue Kerajaan Allah, secara dinamis bergeser ke arah makna yang hakiki dari kasih, seperti yang dilakukan oleh Suster Theresia, yaitu: Kasihilah seseorang, sampai anda sendiri merasakan ‘sakit’.

e. Garansi : Janji Kemakmuran

Pemenuhan kebutuhan P3 (Pangan, Pakaian dan Papan), itu dijamin (digaransi) Allah:

“Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”(Mat 6:25, 28, 31, 34).

Jadi jaminan pemenuhan kebutuhan hidup sudah masuk di dalam rancang bangun Kerajaan Allah, asal dilakukan dalam suatu komunitas yang melakukannya secara timbal-balik yaitu:

Bertolong tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlahkamu memenuhi hukum Kristus.(Galatia 6:2).

Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: “Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan.”(2Kor 8:14, 15)

Implikasinya. program pemecahan masalah sosial seharusnya menjadi bagian integral pelayanan gereja, dengan demikian jaminan Allah itu dapat diwujudkan melalui keyakinan (iman) bahwa apapun ‘pekerjaan jemaat Tuhan’, akan meberikan hasil, mendatangkan berkat yang berlipat kali ganda, asalkan dilakukan berazaskan keadilan, kejujuran, saling tolong menolong dalam kasih.

“Sesungguhnya siapa percaya kepadaKu ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu …” (Yoh 14: 12),

“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku. untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang yang tertindas (Luk 4:18, 19).

Untuk perubahan struktur masyarakat sesuai Rancang Bangun Kerajaan Allah, bukan ‘utopia’ malah sebaliknya makin mudah diwujudkan, secara menakjubkan, karena ada konten kasih yang berkorban di dalamnya.

4. Ciri Kerajaan Allah

Yang menjadi ciri dari Kerajaan Allah, yaitu:

1Adanya pembebasan dari segala bentuk penderitaanAlkitab mencatat bahwa, Tuhan Yesus berkeliling dari desa ke desa dan dari kota ke kota menyeberang danau, dan selalu terfokus pada orang yang menderita, karena sakit ‘terminal’ (sukar disembuhkan), lapar, tenggelam, kerasukan setan, bahkan mati, Tuhan Yesus dengan cara-Nya yang unik segera membebaskan, menyembuhkan dan membangkitkan mereka.
2Kehadiran dan Karya-Nya selalu mengatas-namakan Bapa-Nya yang di sorgaKita tahu dari Lukas 11:20 Tuhan Yesus juga mengusir Setan atas nama Allah. Segala kebaikan, belas kasihan, kepedulian-Nya, juga harus jemaat Tuhan warisi agar datanglah Kerajaan-Mu benar-benar terwujud.

 5. Kerajaan Allah Berdimensi Waktu

– Kerajaan Allah akan datang: karena kerajaan Allah yang sempurna akan datang pada kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Jadi bernuansa eskhatologis.

Sampai sekarang, ‘signifikansi kegentaran’ menerima Yesus sebagai Messias, belum tuntas dialami oleh sebagian besar kelompok Yahudi (tertentu, tidak semua).

Secara tidak langsung ayat ini menjadi sumber dalam menggagas “Oikotree”.

Bandingkan saat proses pemilihan Daud menjadi calon Raja, bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah. 1 Samuel 16: 7  Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”

Bandingkan Luk 9: 1-6.

Mengapa Allah memilih Saulus yang akhirnya dengan kekuasaan Allah, benar-benar dipakai Allah menjadi Rasul yang luar biasa.

1 Kor 12:3-11

Bdk Luk 5: 20-23,

   Menerima perlakuan kekerasan, namun Dia tidak membalas dengan konfrontasi, atau berupa bantahan, tetapi dengan kerelaan diri. Tujuannya adalah ‘memutus rantai balas dendam’ agar utopia ‘terciptanya kedaiamaian di Bumi’ diganti dengan wujud ‘menghadirkan Kerajaan Allah di Bumi’. Selanjutnya hal ini kemudian diwujud-nyatakan dalam pengajaran ‘anti kekerasan’ atau ‘pasifis’ oleh denominasi gereja Menninite di tahun 1925 di Belanda dan sekitar Eropa, yang merambah ke Amerika, dengan adanya komunitas “Amish” yang sampai sekarang menolak penggunaan alat-alat modern, seperti listrik dan mesin-mesin.

Suster Theresia, yang melayani orang Kusta di India, sedemikian dekatnya dirinya dengan komunitas kusta, sampai dirinya terkena kusta sendiri.

Yang dimaksudkan pembebasan di sini dapat dilihat dari dua sisi, yang keluar dari orang yang bertobat, yang pertama adalah kebebasan yang benar-benar nyata, karena gereja ikut ‘menanggung’ melalui diakonia, memberi pekerjaan yang lebih dari layak. Dan yang kedua, berkenaan dengan hati yang terbebas secara psychologis, karena pengaruh iman yang tumbuh, memberikan keyakinan, bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhan yang kita perlukan.

Bdk Luk 17: 20-21. 20   Atas pertanyaan orang-orang Farisi, apabila Kerajaan Allah akan datang, Yesus menjawab, kata-Nya: “Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, 21  juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu.”

Eskatologi (dari bahasa Yunani ἔσχατος, Eschatos yang berarti “terakhir” dan -logi yang berarti “studi tentang”) adalah bagian dari teologi dan filsafat yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada masa depan dalam sejarah dunia, atau nasib akhir dari seluruh umat manusia, yang biasanya dirujuk sebagai kiamat (akhir zaman). Dalam mistisisme, ungkapan ini merujuk secara metaforis kepada akhir dari realitas biasa, dan kesatuan kembali dengan Yang Ilahi. Dalam banyak agama tradisional, konsep ini diajarkan sebagai kejadian sesungguhnya pada masa depan yang dinubuatkan dalam kitab suci atau cerita rakyat. Dalam pengertian yang lebih luas, eskatologi dapat mencakup konsep-konsep terkait seperti, misalnya Era Mesianik atau Mesiasakhir zaman, dan hari-hari terakhir.

Jun
04

Man has free will, so he himself is responsible for his sins. But not free in the sense that he himself can escape the bondage of sin. Anthropologically, humans have free will, so they are free from coercion. But religiously not, because it is impossible for him to choose to follow God himself.

Man is free in a religious sense if he is set free by Christ and renewed by the Spirit. For Christians the meaning of ‘freedom’ or ‘freedom’ is different from the humanist view.

Starting from the Stoics in ancient Greece freedom was seen as part of ataraxia the ability to be unaffected and unmoved. And at the same time able to rule over the fate that determines life. For the Greeks a free was different from a slave. A slave must obey his master, and a free man is indeed free from others. However, a free person remains obedient to the orders of the state and is aware of his responsibilities.

A Christian will not choose between determinism or indeterminism, that is, between attachment and freedom. For a Christian freedom does not mean being able to govern himself, but that he is bound to the Lord God, and that is precisely his freedom.

Christian Freedom

When we speak of Christian freedom, we must distinguish it from philosophical freedom which implies absolute autonomy. Freedom is a biblical word about unhindered association with God, in Christ, as the way of righteousness. ‘Free’ means being in the original environment, with God. When humans want to expand their environment, they are like a fish that jumps from the water and dies on land. Liberation is that the fish are returned to the water. Biblical freedom is not against the rules. We can associate with God and enjoy all that He has given us. Compare Galatians. 3,4,5.

Freedom and Law

We have been freed from the curse and yoke of the law. But the law itself is good, just, and right. The law of the mosaic has become the law of Christ, while the shallow interpretation of the Pharisees was rejected by Christ himself in the Sermon on the Mount.

One who studies the law of Christ, studies the law of perfect freedom (James 1). In Old Testament times believers did not feel the law was a torture or a burden, Psalms. 119, Psalm 92. So don’t separate the Law and the Bible, as Lutheran theologians often do. The word Romans 10:4 about Christ who is the Telos (goal, fulfillment) of the law for those who believe, must be interpreted for believers the law is not the way of salvation, even though at the time of the Old Testament it was often interpreted this way, especially by the Jews in the apostolic era. . But true believers never saw such a law, not even in Old Testament times. God saves.

In stark contrast to the Lutherans is Barth’s view that the law is a form of the Bible. This view is unacceptable because it removes guilt.

The Christian community has received the Mosaic Law from the hands of Christ and as the law of Christ, and for that church the functions of the law can be divided into three:

1. Intestine legis primus: intestine politicus or civilis: useful for political life.

2. Intestine legis secundus: intestine pedagogicus or elenchticus, to denote sin.

3. Intestine legis tertius: intestine didacticus or normativus, to be a guide for giving thanks.

Intestinal primus, curbs evil, but does not defeat it.

Through that law God governs life on earth. “For there is no government, which is not from God; and existing governments, ordained by God. Therefore whoever is against the government is against the statutes of God, and whoever does it will bring judgment upon him” (Rom 13:1-2). God’s law is the only garment fit for the world. The intestine primus is also an instrument in the hands of Christ, for He alone has power in heaven and on earth.

Intestines secundus, often associated with Galatians 3:24

So the law was our guide until Christ came, so that we might be justified by faith. from there also said pedagogicus. However, it is not very accurate because according to the text, the law is pedagogical/educational, until Christ, so now it is no longer. In the history of safety that function has passed.

However, the law still acts as a mirror for recognizing sin, for within us is the struggle between the spirit and the flesh (Romans 7:13 onwards). But the Gospel precedes the Law, compare it with the prelude to the Law. Regarding the word pedagogical, in the past, a pedagogist was not always liked, he was not only an educator, but also a guardian.

Intestine tertius, applies in and for the sanctification of life.

The verb “to sanctify” has the meaning of declaring or admitting to be sanctified, to be sanctified (Luke 11:2, 1 Peter 3:15), to separate from unclean things and to dedicate to God, set apart for a holy purpose (Matthew 23 :17, John 10:36) and cleansed from unclean things (Ephesians 5:26, 1 Thessalonians 5:23, Hebrews 9:13) In the hands of Christ, the law acts as a guide.

A perfectionist assumes that perfection is attainable in this life, and he forgets the struggle as in Romans 7:14. They interpret Romans 7 differently, namely that Paul spoke of his life before his conversion. The Reformation motto ‘simul iustus and peccator’ was forgotten. Human will is indeed not free anymore, and must be freed, but it is not yet complete.

John 3:9 must be related to 1 John. 1:10, and 1 John. 2:1. If it had been perfect, why did the ‘Our Father’ prayer say not to lead us into temptation? Need to be aware of Phil. 3:12.

A perfectionist thinks that a believer is not only free from the debt of sin but also from the power of sin. John Wesley thought that after justification by faith, human sin could be won in real terms, through a special act of God, namely the ‘second blessing’, Wesley was opposed by Ludwig von Zinzendorf, the pioneer of Pietism from Germany.

Zinzendorf is right, for ‘tamim’ (Heb) and ‘teleios’ (Yun) do not denote ethical perfection but a life that is well directed towards God. 1 John 3:9 does not denote ethical perfection but has to be seen in contrast to the gnostics who said that those who know God sin no more. Sin does not touch them, only the body. Therefore John wants to state that it is impossible for them to really know God, because then the seed of God is in them, and also Christ is present (4:4). ‘Inability to sin’ is not a fact, but a clear and reasonable norm that a Christian cannot do that.