Roma 13:9-10, “Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.”
Sebagian dari cara menjadi persembahan
hidup bagi Allah diterangkan secara praktis di dalam Kitab Roma 13. Kita telah belajar bagaimana caranya
kita dapat melayani Allah dengan karunia roh kita dan caranya kita harus hidup seperti
di dalam Kitab Roma 12. Di Kitab Roma 13 kita diajarkan ketaatan kepada
pemerintah dan caranya kita dapat mengasihi sesama manusia.
Firman Allah bukan hanya memberikan kita
perintah-perintah, firman itu juga memberikan kita contoh-contoh supaya kita
sebagai manusia dapat mengerti dan mengingat apa yang Allah ingin kita lakukan.
Jadi setelah kita belajar diayat
sebelumnya bahwa kasih itu memenuhi hukum, rasul Paulus mulai memberikan kita
berbagai ilustrasi. Dia mengutip empat hukum langsung dari Sepuluh Perintah dan
satu hukum dari buku Imamat.
Paulus mulai dengan mengatakan bahwa
kasih Allah tidak berzinah,
pada saat kita mengasihi Allah janganlah kita mengasihi sesuatu yang lain
dengan kasih yang sama. Ketika kita mencemarkan diri kita dengan mengasihi uang
atau kekuasaan, kita mengabaikan kesucian kasih kepada Allah.
Janganlah kita berzinah dengan orang
lain jika kita sungguh mengasihi Allah. Jika kita mengasihi Allah janganlah
kita berbuat sesuatu yang tidak benar secara moral. Berzinah itu bukan
datangnya dari kasih melainkan dari hawa nafsu.
Dan keadaanya sama seperti mencuri dan
membunuh. Ini bertentangan sekali dengan sifat kasih. Kasih tidak pernah
mencuri atau membunuh. Kasih memberi dengan suka rela dan selalu membangun
orang lain dan tidak menjatuhkan siapapun juga.
Kasih itu tidak mengingini, kasih
tidak mengingini milik orang lain. Ulangan 5:21 mengatakan, “Jangan mengingini
isteri sesamamu, dan jangan menghasratkan rumahnya, atau ladangnya, atau
hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya, atau keledainya,
atau apapun yang dipunyai sesamamu.”
- Gejala
pertama sifat mengingini adalah ketika kita selalu ingin lebih banyak lagi dari
apa yang kita sudah miliki lebih dari cukup.
- Gejala
kedua sifat mengingini adalah kemauan untuk mendapatkan sesuatu yang kita tidak
berhak memiliki.
- Gejala
ketiga dari sifat mengingini adalah bahwa kita memanfaatkan orang untuk
mendapatkannya.
- Gejala
keempat dari sifat mengingini adalah bahwa kita selalu ingin memperoleh sesuatu
untuk diri kita dan tidak pernah ingin membagikan milik kita dengan orang lain.
Ada kisah Yahudi tentang seorang yang
miskin yang diberi tiga permintaan. Namun ada suatu kondisi, yaitu apapun yang
diiginkan akan dikabulkan, namun tetangganya akan diberikan yang sama dua kali
lipat.
Pertama dia inginkan isteri yang
cantik dan dia mendapatkannya, namun tetangganya dapat dua isteri cantik. Kedua
dia inginkan suatu istana dan dia mendapatkannya, namun tetangganya menerima
dua istana. Jadi penuh dengan rasa iri hati dia dalam permintaanya yang ketiga
minta untuk menjadi buta dalam satu mata dan memang itu terjadi, dan
tetangganya menjadi buta dalam kedua matanya.
Iri hati itu sebaliknya dari kasih.
Kasih selalu puas dengan apa yang telah diberikan kepada kita dari Allah, kasih
selalu bersandar dan percaya kepada pemeliharaan Allah. Dan kasih tidak
berhubungan dengan kejahatan apapun juga. 1 Korintus 13:6 mengatakan, “Ia tidak
bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.”
Sifat mengingini barang orang lain
tidak kelihatan dari luar dan pada saat kita mulai mengingini milik orang lain
sering tidak ada yang tahu, namun Allah tahu. Dan ketika kita menginginkan
sesuatu, kita pada dasarnya mengatakan bahwa Allah itu tidak adil, Allah tidak
memberikan kita hal yang sama seperti yang diberikan kepada orang lain.
Yang penting kita perlu menyadari pada
akhir kehidupan kita adalah: tidak ada sesuatupun yang bisa dibawa. Dan caranya
mengukur sukses atau kegagalan hidup kita adalah dengan apa yang kita miliki
pada saat kita meninggal. Di Matius 6:20 Yesus mengatakan, “Tetapi kumpulkanlah
bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan
pencuri tidak membongkar serta mencurinya.”
Semua dosa berasal dari hati kita,
Yesus mengatakan di Matius 15:19, “Karena dari hati timbul segala pikiran
jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.”
Namun memikirkan dosa atau merasa marah atau memiliki pikiran benci saja sudah
dengan sendirinya merupakan dosa.
Yesus menjelaskan bahwa sebelumnya
Anda berbuat dosa, pikiranmu sudah menyalahkan Anda sebelum dosa itu dilakukan.
Matius 5:27-28 mengatakan, “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta
menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.
Jika Anda benar mengasihi Allah, Anda
tidak perlu merasa takut mendengar perintah-perintah itu. Karena jika Anda
benar mengasihi Allah, dan benar mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri, otomatis Anda akan didorong Roh Kudus untuk mengikuti hukum-hukum ini.
Dalam perumpamaan orang Samaria yang
baik, Yesus menerangkan bahwa tetangga kita itu adalah setiap orang yang ada
hubungannya dengan kita, yaitu orang-orang ditempat kerja kita, orang-orang
yang sering main sama kita, orang-orang yang duduk disebelahan kita di gereja
dan juga orang-orang yang kita ketemu di toko-toko.
Mengasihi sesamamu manusia tidak
memerlukan suatu pandangan diri yang tinggi. Malah ini memerlukan pandangan
orang lain yang tinggi. Paulus mengatakan di Filipi 2:3-4, “dengan tidak
mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah
dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada
dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan
kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Maksud Paulus adalah jika kasih Allah
benar berkuasa di dalam hati Anda, kasih Allah itu akan melindungi Anda dari
dosa secara ilahi dan menunjukkan Anda secara otomatis kepada kebenaran. Orang
Kristen taat kepada Allah bukan karena ketakutan akibat dosa mereka, akan
tetapi karena mereka mengasihi Allah dan Dia telah memberikan mereka kasih-Nya
supaya mereka dapat mengasihi tetangga mereka.
Ada beberapa orang Kristen yang dari
luar kelihatannya hidup bermoral tinggi karena mereka ingin diterima-Nya
berdasarkan kelakuan baik mereka. Namun tanpa adanya iman dari hati, semua itu
percuma saja karena Allah lebih mementingkan hati.
Yesaya 29:13 mengatakan, “Dan Tuhan
telah berfirman: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya
dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan
ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan.”
Kita mau menyenangkan siapa? Apakah
kita ingin memberi kesan baik kepada orang-orang yang mengenal kita atau
keinginan hati kita adalah mengasihi Allah dengan hati yang tulus? Kemanapun
hati kita menuju, Allah langsung tahu juga.
Firman Allah penuh dengan janji-janji
berkat dan hadiah bagi mereka yang beriman, walaupun itu tidak selalu terkabul
sesuai dengan keinginan kita atau yang menyenangkan kebutuhan kedagingan kita.
Namun berkat-berkat seperti itupun
bukan alasan baik untuk menaati dan mengasihi Allah. Orang-orang Kristen
menolak kejahatan dan berbuat baik hanya karena ada kasih Allah didalam hati mereka
yang mendorong mereka untuk melakukannya. Orang-orang Kristen dewasa pada
akhirnya selalu akan melakukan apa yang diinginkan Allah.
Hidup menurut hukum dan hidup oleh
kasih tidak terpisah, malah mereka itu tidak dapat dipisahkan. Hukum Allah
tidak dapat ditaati jika kita tidak memiliki kasih. Kasih menurut Paulus adalah
kegenapan hukum Taurat.
Kultur Barat telah mengalami
kehilangan kepercayaan yang besar di dalam hukum dan agama, karena keduanya
telah dipisahkan satu sama lain. Ketika kita menjauhkan diri kita dari konsep
agama yang berotoritas atau konsep adanya Allah, kita tidak bisa mengerti
adanya kebenaran mutlak.
Dan yang tinggal adalah konsep
relativisme, yaitu semuanya bergantung kepada keadaan, yaitu suatu dasar yang
selalu berubah yang mengakibatkan tidak ada fondasi bagi sistem hukum-hukum
atau sikap moral. Hanya kebenaran Allah adalah fondasi kokoh yang dapat
menopang sikap moral dan hukum. Peraturan-peraturan tanpa fondasi mutlak adalah
peraturan tanpa otoritas, dan hanya dapat berotoritas dengan paksaan.
Yesus menerangkannya di Matius
5:17-19, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum
Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan
untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum
lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan
dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan
salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya
demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di
dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala
perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam
Kerajaan Sorga.”
Peringatan Yesus pada waktu Dia mulai
dengan ayat 17, ‘Janganlah kamu menyangka’ menunjukkan bahwa orang-orang salah
mengerti ajaran-ajaran-Nya. Karena guru-guru agama telah menambahkan banyak
tradisi manusia, mereka kira Yesus menghilangkan hukum Taurat karena Dia tidak
mengikuti tradisi-tradisi tersebut.
Para Rabi telah menciptakan
tradisi-tradisi yang sebenarnya lebih gampang ditaati dari pada hukum Taurat,
yang ada didalam lingkungan kemampuan manusia, yang dapat dilakukan sendiri
berdasarkan kemampuan dan kekuatan sendiri. Namun sistim ini menjadi sistim
kebenaran diri yang merendahkan standar Allah dan meninggikan yang mereka
anggap adalah kebaikan diri.
Yesus menghilangkan semua tradisi
seperti tradisi cuci, perpuluhan khusus, cara memperingati Sabat yang ekstrim,
orang-orang berpikir bahwa Yesus dengan cara itu menggulingkan hukum Allah.
Namun keinginan Yesus adalah untuk mengajarkan mereka hukum Taurat sebenarnya
dan menjelaskan kepada mereka bahwa semua tradisi itu hanya embel-embel manusia
saja yang tidak perlu.
Yang dikatakan Yesus adalah bahwa ada
sesuatu yang mutlak yaitu hukum Allah yang berdaulat kekal. Allah telah
mendirikan hukum-Nya yang mutlak dan kekal dan telah memberitahukannya kepada
manusia. Dan sebagai Anak Allah, Yesus menyatakan bahwa Dia bukan datang untuk
mengajarkan dan melalukan sesuatupun yang bertentangan dengan hukum Taurat itu,
namun Dia datang untuk menggenapkannya seluruhnya.
Kita selalu mendengar bahwa sekarang
keadaannya telah berubah dan Firman Allah sudah tidak berlaku lagi zaman
sekarang ini. Malah kebenaran adalah sebaliknya. Alkitab selalu berpengaruh
karena itu adalah Firman Allah yang sempurna dan tidak mungkin salah.
Dari luar kelihatannya dunia ini telah
berubah banyak, namun sifat dasar manusia dan dosa dan pemberontakan manusia
tetap sama saja dan tidak berubah sama sekali. Karakter pendosa itu sama
dosanya seperti dulu. Pencuri di zaman Alkitab melakukan pencurian yang sama
seperti sekarang. Mungkin dia pencuri yang lebih pintar sekarang, namun hatinya
sama seperti dulu.
Dan konsep kasih masih berlaku sama
seperti dulu. Yesus tidak menyamakan diri-Nya dengan orang-orang Farisi atau
dengan Herodes atau Roma; malahan Dia dengan cara terbuka dan dengan penuh
kasih menyamakan diri-Nya dengan mereka yang dibuang, yang sakit, yang berdosa
dan yang membutuhkan bermacam-macam pertolongan.
Yesus memproklamirkan anugerah dan
belas kasihan. Semua rabi lain membicarakan persyaratan luar, hanya Dia
membicarakan masalah hati. Mereka meninggikan dirinya diatas orang-orang lain
dan mereka ingin dilayani, sementara Yesus merendahkan diri-Nya terhadap orang
lain dan menjadi Hamba mereka.
Yesus menggenapkan hukum Taurat dengan
ajaran-ajaran-Nya, dimana Perjanjian Lama dipenuhi dengan lebih banyak
penjelasan. Yesus menggenapkan hukum dengan mengartikannya lebih mendalam.
Yesus menjelaskan arti asli hukum itu menjadi sesuatu yang selalu berhubungan
dengan hati orang dan bukan kelakuan luar.
Yesus juga menggenapi hukum Taurat
dengan memenuhi semua persyaratannya. Di dalam kehidupan-Nya Dia menjalankan
setiap bagian hukum, tidak ada seorangpun yang mampu melakukan itu dan tidak
ada orang yang akan dapat melakukan itu. Kebenaran-Nya sempurna dan Dia tidak
pernah melanggar bagian terkecilpun dari hukum. Dia adalah teladan kebenaran yang
sempurna.
Yesus menggenapkan hukum bukan saja
dengan mengajarkannya sepenuhnya dan bukan saja dengan memenuhinya sepenuhnya.
Dia sendiri adalah hukum sepenuhnya. Yesus sebagai Allah adalah kebenaran
ilahi. Apa yang Dia katakan dan apa yang Dia lakukan mencerminkan siapakah Dia
dulu, sekarang dan selama-lamanya.
Khotbah di Bukit Dia mengajarkan apa yang
sering disebut ‘Hukum emas’ di Matius 7:12, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki
supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah
isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”
Kasih Allah yang sempurna dicerminkan
terbaik di dalam anak-anak-Nya pada saat mereka memperlakukan orang lain sama
seperti mereka ingin diperlakukan juga. Dan caranya kita memperlakukan orang
lain bukan bergantung kepada cara biasanya mereka memperlakukan kita atau
bagaimana kita pikir mereka akan memperlakukan kita akan tetapi dengan cara
kita sendiri ingin diperlakukan.
Ada suatu perubahan dimana Yesus
memberikan kita perintah emas ini yang sebelumnya belum pernah ada. Prinsip
dasar sebelum ini selalu disarankan secara negatif. Confucius mengajarkan,
“Janganlah memperlakukan orang lain, jika Anda sendiri tidak ingin diperlakukan
seperti itu.” Rabi Hillel mengatakan, “Apa yang dibenci Anda sendiri, janganlah
Anda melakukan terhadap orang lain.” Ahli filsafat Yunani bernama Epictetus
mengatakan, “Penderitaan yang Anda hindari, janganlah Anda memberi kepada orang
lain.’
Semua pernyataan-pernyataan ini hanya
mementingkan diri dan bukan merupakan pernyataan kasih. Bentuk-bentuk negatif
dari peraturan ini bukan emas, karena semua ini bukan bermotivasi kasih namun
bermotivasi ketakutan dan penyelamatan diri dan berdasarkan keasyikan dan
kenyamanan diri saja.
Hanya Roh Kristus sendiri dapat
memberikan kita kuasa untuk lebih mementingkan orang lain; dan mengasihi
seperti Dia mengasihi kita. Yohanes 13:34 mengatakan, “Aku memberikan perintah
baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah
mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”
Yakobus 2:8 menamakannya “hukum utama”
ketika dia membicarakan mengasihi sesamamu manusia. “Akan tetapi, jikalau kamu
menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: “Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, kamu berbuat baik.” Jadi kasih
memenuhi kedua hukum, yaitu perintah emas dan hukum utama.